Monday, March 30, 2009

Pelatihan Entrepreneur, mengapa harus metode pendidikan orang Dewasa?

Pernah mendengar Andragogy ? Dalam bahasa kita diterjemahkan “Pendidikan Orang Dewasa”, suatu metode pelatihan yang lebih mengutamakan proses saling berbagi pengetahuan (Sharing of Knowledge) antara pelatih dan peserta. Dalam proses pelatihan ini, peserta akan menjadi sumber pembelajaran utama,

sedangkan pelatih lebih dominan berperan sebagai fasilitator untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga akan efektif meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap peserta pelatihan menjadi seorang entreprenenur yang tangguh.

Lalu, mengapa dalam pelatihan entrepreneur harus menggunakan pendidikan orang dewasa? Setidaknya ada 2 alasan ;

  1. Karakteristik. Seorang pelaku usaha (yang berpotensi menjadi seorang entrepreneur) biasanya mempunyai kepribadian yang kuat dikaitkan dengan bisnisnya. Pada tahap awal, ambisi perusahaan akan sama dengan ambisi pribadi, sehingga untuk mengembangkan bisnisnya juga harus dikembangkan pribadinya. Oleh karenanya, isu Pemberdayaan Usaha Kecil tidak akan terlepas dari isu pemberdayaan manusianya, tidak cukup hanya bisnisnya saja. Hal ini sangat prinsip namun sering sekali terabaikan.
  2. Linkungan. Budaya dan lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap seorang entreprenenur, mereka akan lebih mudah belajar dari proses bekerja (aktif) dalam lingkungan yang dinamis dan memberi sugesti positif dalam proses pembelajaran. Kata kunci dalam hal ini ; " Pembelajaran adalah proses perubahan sikap yang dihasilkan dari pengalaman, secara berulang-ulang ", peserta pelatihan harus diposisikan sebagai subyek atau pelaku utama, bukan obyek .
Berkatian dengan 2 hal tersebut diatas, pelatihan dengan menggunakan Metode Pendagogy (pengajaran) yang bercirikan : satu arah dan pelatih sebagai sumber utama pembelajaran tidak akan pernah berhasil menciptakan seorang entrepreneur. Pelatihan dengan metode ini hanya akan menjadikan pesertanya merasa digurui , menjadi pendengar pasif atau bahkan tertidur didalam kelas.

Lagipula, .... bag
aimana mungkin menjadi entrepreneur yang tangguh apa bila belajar dari seseorang (pelatih) yang bukan pelaku bisnis? Apalagi tidak pernah berbisnis!

Monday, March 23, 2009

BAGAIMANA MENJADIKAN ASOSIASI KUAT?

Teman, anda aktif dalam keanggotaan asosiasi? Manfaat apa yang anda peroleh dari asosiasi? Apa bila anda dapat menjawab 2 pertanyaan tersebut, maka ini bertanda baik bagi asosiasi dan keanggotaan anda. Karena asosiasi idealnya didirikan secara sukarela oleh anggotanya untuk mencapati tujuan bersama, saling menolong dan saling mendukung untuk mengembangkan dan meningkatkan lingkungan usaha anggotanya.


Bagaimana mengeloa asosiasi menjadikan kuat dan eksis? Setidaknya ada 3 hal (sederhana) harus diperhatikan namun sering sekali terabaikan. Pertama; Apa alasan mendirikan asosiasi ? Jawaban mendasar dari pertanyaan ini harus berangkat dari permasalahan anggota, tidak cukup hanya bersumber dari tujuan asosiasi, atau misi atau visi yang cendrung “konseptual" . Selain tajam, jawaban yang bersumber dari permasalahan yang tengah dihadapi calon anggota tersebut akan mencerminkan misi dan bentuk layanan yang akan diberikan asoisasi terhadap anggotanya.


Kedua; Bagaimana menarik anggota?
Misi dan bentuk layanan yang jelas akan mempermudah proses recruitment anggota. Akan terjadi seleksi alam, karena hanya anggota yang merasa akan mendapatkan manfaat yang akan mengajukan diri bergabung menjadi anggota secara sukarela. Tahap berikutnya, pengelola harus kreatif saat melakukan proses penerimaan anggota, misalnya dengan membuka stand penerimaan anggota (open days) atau memberikan harga promo iuran saat pendaftaran atau dengan mencoba terlebih dahulu manfaat asosiasi baru mendaftar. Semakin kreatif dalam proses penerimaan, maka akan semakin kuat image asosiasi terbangun.


Ketiga; Bagaimana mempertahankan anggota asosiasi?
Setidaknya ada 3 hal yang perlu dilakukan untuk mempertahankan anggota asosiasi. Pertama adalah dengan Tangibel benefit, bagaimana asosiasi dapat memberikan manfaat yang langsung dirasakan oleh anggota berdasarkan bentuk layanan yang telah disepakati. Kedua adalah dengan menyelenggarakan pertemuan rutin (regular meeting) untuk membahas isu-isu anggota yang berkaitan dengan misi asosiasi dan Ketiga adalah dengan upaya mengakomodasikan suara aggota
Apa bila ketiga pertanyaan mudah tersebut dapat dijawab dengan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic dan Time bond), maka sepertinya asosiasi akan dapat eksis di tengah-tengah anggotanya.

Salam

edwar

Monday, March 9, 2009

Dibutuhkan Soft–Skill untuk menjadi seorang entrepreneur tangguh

Saya mempunyai teman yang memiliki usaha dibidang kerajinan Quilt atau kain perca, yaitu produk yang terdiri dari potongan kain kecil-kecil yang disusun sedemikian rupa menjadi badcover. 30% proses produksi menggunakan mesin dan 70% dikerjakan oleh tangan-tangan terampil (handmade) yang sebagian besar dari kalangan wanita disebuah desa di kaki gunung Cikurai. Produk teman kita ini mendapat apreasi yang tinggi dari kalangan expatriat dan sudah 2 tahun kebelakang pasar utamanya diminati oleh komunitas Korea Selatan.

Namun yang mengherankan, mengapa perusahaan ini tidak tumbuh menjadi mapan dan besar? Berbagai pelatihan kewirausahaan dari pemerintah maupun lembaga pelatihan sudah diikuti, tetapi tetap tidak membantu. Ada apa dengan teman kita ini?


Saya teringat dengan salah satu referensi mengenai entrepreneurship (sorry bro, saya lupa sumber referensinya!) bahwa kompetensi seseorang itu terdiri dari dua hal yaitu Hard-skill dan Soft-skill. Hard-skill terdiri dari Knowledge (pengetahuan) dan Know-how (Keterampilan), cerita teman kita diatas sudah memiliki 2 hal ini, dia memilki pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan-pelatihan dan berbagai referensi mengenai dunia bisnis serta memiliki keterampilan membuat produk kain perca.

Namun satu hal lagi yang penting dan sering terabaikan adalah Soft-skill, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan mental, diantaranya adalah jiwa entrepreneur atau kemampuan untuk menciptakan nilai tambah diatas keterbatasan. Oleh karenanya, seorang entrepreneur akan identik dengan karakter diri, sikap berani menanggung resiko, kreatif, inovatif, tangguh dan sebagainya.

Bisa jadi teman kita ini tidak memiliki kompetensi Soft-skill, orientasi bisnisnya hanya sekedar memenuhi pesanan, menjual dan mendapatkan keuntungan sehingga tidak berkembang. Ia hanya memperhatikan produksi, tidak kepada mengembangkan pasar atau manajemen bisnis lebih luas. Contoh kecil yang sering terjadi berkaitan dengan mental ini adalah tidak disiplin diri memisahkan uang perusahaan/bisnis dengan uang dapur, sehingga pemupukan modal untuk berkembang (ekspansi) tidak dilakukan.


Kondisi ini sudah menjadi cerita klasik Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sering kita temui UKM (tidak dibaca: Usaha Kurang Meyakinkan!) yang memiliki produk dan pangsa pasar yang prospek tetapi memiliki permasalahan klasik berulang-ulang, sehingga hidupnya tetap tidak berubah dari tahun ke tahun, bahkan semakin terlindas oleh persaingan bisnis yang semakin spesialis dan semakin kompleks (hyper competitive) akhir-akhir ini. Mereka ini bukan entreprenenur, tetapi pengusaha atau seseorang yang melakukan /memiliki usaha.

Oleh karenanya, untuk menjadi seorang entrepreneur yang tangguh tidak cukup hanya berbekal pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga perlu disertai dengan masalah mental, khususnya jiwa yang dapat menciptakan nilai tambah.

Salam
edwar