Monday, February 16, 2009

Melihat Lebih Jauh

Alkisah, bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman sedang pusing karena pipa keran air bocor, ia takut kalau anaknya yang masih kecil terjatuh. Setelah bertanya kesana kemari, ditemukan seorang tukang pipa (plumber) terbaik. Melalui pembicaran telepon, sang tukang menjanjikan dua hari lagi untuk memperbaiki pipa keran sang bos.

Esoknya, sang tukang justru menelepon sang bos dan mengucapkan terima kasih. Sang bos sedikit bingung. Sang tukang menjelaskan , ia berterima kasih sebab sang bos telah mau memakai jasanya dan bersedia menunggunya sehari lagi.

Pada hari yang ditentukan, sang tukang bekerja dan selesailah tugasnya, lalu menerima upah. Dua minggu kemudian, sang tukang kembali menelepon sang bos dan menanyakan apakah keran pipanya beres? Namun ia juga kembali mengucapkan terima kasih atas kesediaan sang bos memakai jasanya. Sebagai catatan, sang tukang tidak tahu bahwa kliennya itu adalah bos perusahaan outomotif terbesar di Jerman.


Cerita belum tamat, sang bos begitu terkesan dengan sang tukang, akhirnya merekrutnya. Tukang itu bernama Christoper L Jr dan kini menjabat GM Customer Satisfaction & Public Relation Merceses Benz.

Dalam sebuah wawancara, Christoper menjawab, ia melakukan itu bukan sekedar tuntutan Serfice after Sales atas jasanya sebagai Plumber. Jauh lebih penting, ia selalu yakin tugas utamanya bukanlah sekedar memperbaiki pipa bocor. Tetapi keselamatan dan kenyamanan orang yang menggunakan jasanya. Christoper melihat jauh dari tugasnya.

Ada juga kisah dari teman saya James Gwee, tentang Mr. Lim yang sudah tua dan bekerja hanya sebagai door checker (memeriksa pintu kamar hotel) dari sebuah hotel berbintang lima di Singapura. Puluhan tahun ia mengerjakan pekerjaan yang membosankan itu dengan sungguh-sungguh, tekun dan sebaik-baiknya.

Ketika ditanya,apakah ia tidak bosan dengan pekerjaan menjemukan itu? Ia menjawab tugas utamanya adalah bukan memeriksa engsel pintu, tetapi memastikan keselamatan dan menjaga nyawa para tamu. Dijelaskan, mayoritas tamu hotelnya adalah orang penting, jika terjadi sesuatu dan ada engsel pintunya yang macet maka nyawa taruhannya. Akan banyak orang yang menderita akibatnya, perusahaan, puluhan ribu karyawan dan belum termaksud sanak saudaranya. Demikian jauh pandangan Mr. Liem dan ia bukan sekedar Door Checker.

Beberapa Pembelajaran :

Christoper dan Liem bukan lah tipe manusia biasa (Good People), mereka jenis manusia berlebih (Great People) meskipun jabatan atau pekerjaan formal disuatu saat demikian rendah dan biasa saja. Sikap mental mereka jauh lebih tinggi dari Jabatan dan Pekerjaan formalnya. Dua kisah tersebut memberikan pembelajaran berharga.
  • Pertama, untuk menjadi menusia besar tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan teknis seseorang mengerjakan tugasnya. Kemampuan dan kompetensi teknis (hard competence) boleh sama atau biasa saja, tetapi sikap mental atau soft competence yang lebih menentukan sesorang menjadi manusia besar atau tidak.
  • Kedua, untuk bisa mempunyai soft competence dimaksud, kita harus keluar dari zona nyaman bekerja atau memimpin seadaanya. Tidak cukup bekerja sesuai dengan target atau Key Performa indicator, apa bila sudah tercapai beres! ini tipikal manusia biasa. Upaya ini memerlukan pengorbanan diri (yang luar biasa), sebab dengan hanya menjadi good people kan tidak ada yang mengusik kita, nyaman saja dan seterusnya. Ingat pesan Jim Collins, good is the enemy of Great.
  • Ketiga, Langkah lebih kongkret adalah sikap mental untuk “melihat jauh” Mr. Plumber ingin memastikan kliennya nyaman dan selamat. Mr. Door Checker ingin memastikan tamu hotelnya terjaga nyawanya dari kemungkinan kebakaran. Melihat lebih jauh, Beyond the job.
  • Keempat, setelah melihat jauh, barulah kita mampu “memberi lebih” (giving more). Hanya dengan melihat jauh dan memberi lebih kita bisa menjadi manusia besar. Kita akan mampu bekerja dengan memberikan nilai-nilai lebih mulia, unggul, berguna bagi setiap pengguna dan penikmat hasil kerja kita.
Bagaimana menurut anda ?

Salam
edwar


Disadur dari

Herry Tjahjono
Corporate Culture Therapist & President the XO Way, - Jakarta
Kompas, 14 Feberuai 2009


2 comments:

Krisna said...

Hmmm... beruntung sekali ya, perusahaan yang mempunyai pekerja seperti si Mr. Plumber dan Mr. Door Checker... saya rasa banyak perusahaan yg memberikan pelatihan2 baik tentang skill maupun pelatihan yg sifatnya mambangun motivasi dan visi hidup si pekerja... yang tentunya akan bermanfaat baik si perusahaan dan pekerja itu sendiri... tapi faktanya kenapa orang seperti Mr. Plumber dan Mr. Door Checker itu sangat sedikit dan bisa dibilang langka...

Saya mempunyai perusahaan Jasa Warung Internet. saya mempunyai karyawan tapi tidak satupun karyawan saya seperti Mr. Plumber dan Mr Door Checker. saya sudah sering memberikan pelatihan yang sifatnya skill ataupun memotivasi... tapi bisa dibilang hasilnya nihil... karena akhirnya semua dinilai dengan uang atau materi.

Edwar Fitri said...

Apa kabar Krisna,

Saya sepakat dengan anda bahwa "Great People" memang menjadi barang langka di negeri ini, dibutuhkan waktu dan proses serta ketekunan yang panjang untuk menciptakan "Great People" seperti cerita kedua orang tersebut.

Setidaknya, mari kita mulai dari diri sendiri dan semoga dapat menjadi inspirasi untuk merubah perilaku orang-orang disekitar kita seperti Mr. Plumber & Mr. Door Checker.