Monday, March 9, 2009

Dibutuhkan Soft–Skill untuk menjadi seorang entrepreneur tangguh

Saya mempunyai teman yang memiliki usaha dibidang kerajinan Quilt atau kain perca, yaitu produk yang terdiri dari potongan kain kecil-kecil yang disusun sedemikian rupa menjadi badcover. 30% proses produksi menggunakan mesin dan 70% dikerjakan oleh tangan-tangan terampil (handmade) yang sebagian besar dari kalangan wanita disebuah desa di kaki gunung Cikurai. Produk teman kita ini mendapat apreasi yang tinggi dari kalangan expatriat dan sudah 2 tahun kebelakang pasar utamanya diminati oleh komunitas Korea Selatan.

Namun yang mengherankan, mengapa perusahaan ini tidak tumbuh menjadi mapan dan besar? Berbagai pelatihan kewirausahaan dari pemerintah maupun lembaga pelatihan sudah diikuti, tetapi tetap tidak membantu. Ada apa dengan teman kita ini?


Saya teringat dengan salah satu referensi mengenai entrepreneurship (sorry bro, saya lupa sumber referensinya!) bahwa kompetensi seseorang itu terdiri dari dua hal yaitu Hard-skill dan Soft-skill. Hard-skill terdiri dari Knowledge (pengetahuan) dan Know-how (Keterampilan), cerita teman kita diatas sudah memiliki 2 hal ini, dia memilki pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan-pelatihan dan berbagai referensi mengenai dunia bisnis serta memiliki keterampilan membuat produk kain perca.

Namun satu hal lagi yang penting dan sering terabaikan adalah Soft-skill, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan mental, diantaranya adalah jiwa entrepreneur atau kemampuan untuk menciptakan nilai tambah diatas keterbatasan. Oleh karenanya, seorang entrepreneur akan identik dengan karakter diri, sikap berani menanggung resiko, kreatif, inovatif, tangguh dan sebagainya.

Bisa jadi teman kita ini tidak memiliki kompetensi Soft-skill, orientasi bisnisnya hanya sekedar memenuhi pesanan, menjual dan mendapatkan keuntungan sehingga tidak berkembang. Ia hanya memperhatikan produksi, tidak kepada mengembangkan pasar atau manajemen bisnis lebih luas. Contoh kecil yang sering terjadi berkaitan dengan mental ini adalah tidak disiplin diri memisahkan uang perusahaan/bisnis dengan uang dapur, sehingga pemupukan modal untuk berkembang (ekspansi) tidak dilakukan.


Kondisi ini sudah menjadi cerita klasik Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sering kita temui UKM (tidak dibaca: Usaha Kurang Meyakinkan!) yang memiliki produk dan pangsa pasar yang prospek tetapi memiliki permasalahan klasik berulang-ulang, sehingga hidupnya tetap tidak berubah dari tahun ke tahun, bahkan semakin terlindas oleh persaingan bisnis yang semakin spesialis dan semakin kompleks (hyper competitive) akhir-akhir ini. Mereka ini bukan entreprenenur, tetapi pengusaha atau seseorang yang melakukan /memiliki usaha.

Oleh karenanya, untuk menjadi seorang entrepreneur yang tangguh tidak cukup hanya berbekal pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga perlu disertai dengan masalah mental, khususnya jiwa yang dapat menciptakan nilai tambah.

Salam
edwar

No comments: